Jumat, 09 Mei 2008

PENGATURAN ZAKAT DI INDONESIA

POSITION PAPER
PENGATURAN ZAKAT DI INDONESIA
Oleh: Muhamad Ilham, FHUI 05.
PENDAHULUAN

Dari mulanya penduduk Negara Republik Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, terdiri dari berbagai macam entitas yang ada, mulai dari Agama, Ras, Daerah, atau bahkan suku. Hal itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jati diri bangsa ini, dan selama itu pula negara selalu terus berupaya untuk mengakomodir dan mensinergikan berbagai kemajemukan tersebut.

Umat Islam di Indonesia merupakan bagian dari salah satu komponen kemajemukan itu, dari mulai pembentukan negara ini umat islam telah turut ambil bagian melalui upaya-upaya kemerdekaan. Dan pada akhirnya hasil signifikan juga berhasil di raih oleh negara ini berupa berdaulatnya secara penuh Republik Indonesia, tentunya juga karena perjuangan yang dilakukan oleh umat islam. Sejak negara ini berdiri, jumlah umat islam secara kuantitas sudah mendominasi bahkan hingga saat ini yaitu sekitar 90% dari total penduduk indonesia. Keberadaan dan eksistensi umat islam di indonesia telah diakui secara mutlak oleh institusi negara.

Bunyi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ketiga yang berbunyi “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa....” merupakan bukti pengakuan terhadap umat Islam, selain itu Isi dari Sila Pertama Pancasila tentang ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 tentang kebebasan beragama turut memperkuat bahwa negara ini bukan negara sekuler yang memisahkan urusan agama dengan pemerintahan, melainkan negara Ketuhanan yang menghargai dan melindungi hak rakyatnya untuk memeluk keyakinannya.

Setelah semua itu, selanjutnya adalah sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk mewujudkan komitmen yang telah diperintahkan oleh UUD 1945 tentang persoalan agama ini. Aspek yang harus dipenuhi dalam ajaran Islam bukan hanya mengenai Akhirat tapi juga Duniawi, bukan hanya sekedar Ibadah tetapi juga jual beli, bukan hanya sekedar keteguhan aqidah tetapi juga kesejahteraan perut. Di dalam Islam salah satu aspek dunawi yang berhubungan dengan masalah hak yang wajib dipenuhi adalah Zakat. Dimana zakat sendiri merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim yang sudah memenuhi syarat, zakat juga salah satu dari 5 rukun Islam setelah Shalat. Menurut Syari’at, Zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Sederhananya, zakat merupakan salah satu dari beberapa mekanisme penyaluran harta dalam islam dari yang mampu secara ekonomi kepada yang kurang mampu, hanya saja untuk zakat ini sifatnya Wajib.

PENTINGNYA ZAKAT UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT

Paling tidak ada dua alasan mendasar yang menyebabkan Zakat menjadi sangat penting untuk segera diberdayagunakan, yaitu:
Kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Potensi besar yang ada pada zakat.


Pertama, yaitu mengenai kondisi kesejahteraan masyarakat indonesia saat ini. Sepertinya bukan suatu rahasia lagi bahwa negara dan bangsa ini telah mengalami berbagai ujian pelik dan menyulitkan pasca krisis tahun 1997. Dan selama itu pula bangsa kita secara umum benar-benar mengalami penderitaan yang luar biasa terutama dalam hal materi, hingga saat ini pun pemerintah masih belum sanggup untuk sekedar memenuhi hak-hak dasar rakyatnya, dari mulai Kebutuhan pangan, Pelayanan kesehatan, hingga Pendidikan, masih banyak masalah yang belum terpenuhi bahkan pada batasan minimal. Masih banyak kita dengar berita tentang rakyat yang mengkonsumsi nasi aking karena tak bisa membeli beras, juga masih ada rakyat kita yang tidak bisa baca tulis karena tidak sekolah dengan alasan biaya, begitu juga dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang tidak pernah turun secara siginfikan bahkan cenderung bertambah. Celakanya lagi, APBN yang pemerintah anggarkan tiap tahunnya, hampir sepertiganya digunakan untuk membayar hutang luar negeri bukan untuk kesejahteraan rakyat. Maka dengan kondisi lapangan yang sebegitu parah pemerintah perlu penyelesaian konkret yang juga efektif untuk mengurai benang kusut ini.


Kedua, masih berkaitan dengan kondisi sebelumnya, yaitu potensi besar yang ada pada zakat. Bagaimanapun juga pemerintah memerlukan alternatif penyelesaian masalah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan rakyat dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai pengayom masyarakat, maka untuk itulah zakat hadir.

Seperti yang telah dikatakan di atas, mengingat lebih dari 90 persen penduduk Indonesia beragama Islam maka Tak bisa dipungkiri lagi bahwa potensi zakat yang ada di masyarakat cukuplah besar, secara logika pun bisa ditebak jika ini adalah sebuah kewajiban agama dan seluruh umat Islam yang telah memenuhi syarat menjalankannya, dapat dibayangkan seberapa besar potensi yang terkandung secara ekonomis yang ada di dalam zakat. Direktur Pusat Konsultasi Syari’ah, Bukhari Yusuf Lc. MA menyatakan peran zakat di indonesia sangat besar bila digunakan untuk mengatasi persoalan bangsa, yang penting tidak boleh digunakan untuk membayar hutang negara, ia menjelaskan yang penting dari peran zakat adalah bagaimana bisa memberdayakan ekonomi kerakyatan, zakat bisa memperbanyak jumlah orang yang berzakat, selain itu dikatakan selanjutnya hal penting dari peran zakat adalah juga bagaimana zakat bisa mengatasi masalah kemiskinan dan kefakiran.

Berdasarkan hasil lembaga Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC), potensi zakat di Indonesia adalah sekitar Rp20 triliun per tahun tetapi yang sudah dikelola belum mencapai Rp1 triliun per tahun. Namun baru dari kurang lebih Rp 1 triliun tersebut peran dan potensi zakat untuk mensejahterakan rakyat sudah terlihat signifikansinya. Salah satu contoh kasus yang ada yaitu seperti yang terjadi pada salah satu Lembaga Amil Zakat/Lembaga Pengumpul Zakat milik swasta, ‘Dompet Dhuafa’, Salah satu program yang dibuat DD dalam pelaksanaan pengelolaan zakat adalah dengan mendirikan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) bagi kaum Dhuafa, suatu layanan kesehatan yang diperuntukan bagi keluarga dan orang-orang yang tidak mampu dengan biaya Rp 0,-, untuk menjadi anggota LKC ini pasien hanya dimintakan membawa keterangan surat tak mampu dari kelurahan, selain itu dilakukan juga validasi oleh tim LKC dan di up date setiap 1,5 tahun sekali. Sejak berdiri dari tahun 2001, lembaga yang berlokasi di Ciputat-Banten dan memiliki tingkat pelayanan setara dengan rumah sakit swasta ini telah melayani 10 ribu keluarga , kalau setiap KK memiliki lima orang tanggungan, maka total tanggungan LKC-DD sebanyak 50 ribu orang. Sekalipun tidak semua pasien bisa dilayani di LKC, setidak-tidaknya pihak LKC akan memberikan rujukan bagi kaum dhuafa untuk berobat ke rumah sakit umum kelas tiga yang biayanya menjadi tanggungan LKC. Pengalaman mengelola LKC membuat Dompet Dhuafa (DD) menggandeng Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) mendirikan Rumah Sehat lima lantai yang terletak di jantung ibu kota, Rumah Sehat terdiri dari klinik gratis 24 jam dengan fasilitas Unit Gawat Darurat (UGD), Poli Umum, Poli Gigi, Laboratorium, apotek, dan perlengkapan USG. Sama seperti LKC, Rumah Sehat ini juga diperuntukan bagi kaum Dhuafa dan tidak dikenakan biaya sama sekali. Pendirian kedua lembaga tadi menggunakan Dana yang diambil dari Zakat yang tertampung di Lembaga Amil Zakat-Dompet Dhuafa dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Selain dua lembaga amil zakat di atas (Dompet Dhuafa & BAZNAS) masih terdapat banyak lagi lembaga amil zakat lainnya yang memfokuskan kegiatan mereka untuk kesejahteraan masyarakat, antara lain:


· Lembaga Amil Zakat-Bank Syariah Mandiri (LAZNAS-BSM), memfokuskan kegiatan mereka pada dorongan terhadap ekonomi kecil, yaitu dengan memberikan modal pada para pedagang dan kaki lima dalam bentuk Qardhul Hasan.


· Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Al Azhar Peduli, lebih banyak mencurahkan perhatian pada kondisi bangunan sarana ibadah seperti musholla dan madrasah-madrasah di daerah terpencil yang sangat memprihatinkan.


· Rumah Zakat Indonesia (RZI), bentuk penyaluran lain dilakukan oleh lembaga amil zakat ini dengan banyak menyalurkan dana zakatnya berupa bantuan kepada kantong-kantong kemiskinan dan korban bencana dalam bentuk makanan yang diawetkan seperti sarden.


Banyak hal yang bisa dilakukan jika zakat ini dikelola melalui lembaga dan terkoordinir pengaturannya. Semua fakta yang diungkapkan di atas tentang bentuk-bentuk konkret dari pengelolaan zakat, sekali lagi baru sejumlah 1 triliun dari seluruh dana zakat yang dihimpun oleh semua lembaga Amil Zakat yang ada tiap tahunnya, apalagi jika zakat ini dikelola secara lebih sistematis dan terkoordinir dibawah satu lembaga saja (yang diakui dan ditunjuk pemerintah) dan dengan peraturan yang lebih detail dan mengikat, sehingga kemungkinan potensi zakat yang bejumlah kurang lebih 20 Triliun tiap tahunnya dapat tercapai, sehingga akan lebih optimal jika digunakan untuk kesejahteraan Rakyat.

PERMASALAHAN PENGATURAN ZAKAT

Saat ini persoalan mengenai zakat diatur dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, selain itu juga ada peraturan pelaksana dari UU tersebut yaitu Keputusan Menteri Agama No 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Namun masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam pengaturan zakat di dalam UU ini, beberapa evaluasi dari kekurangan undang-undang ini, antara lain:


Masih terlalu globalnya pengaturan zakat di dalam UU ini, belum mencakup hal-hal yang detail sehingga sering terjadi ketidakjelasan pengaturan. Di dalam UU ini bagian yang mencakup pengaturan zakat secara khusus hanya Bab III. mengenai Organisasi Pengelolaan Zakat, Bab IV. mengenai Pengumpulan Zakat, Bab V. Mengenai Pendayagunaan Zakat, Bab VI. Mengenai Pengawasan, Bab VII. Mengenai Sanksi, yang kesemua isinya masih sangat umum, hal senada juga diungkapkan Manajer Rumah Zakat Indonesia (RZI) Cabang Jakarta Selatan, Rajin Abdul Azis, Menurutnya muatan atau isi dari Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat masih bersifat global dan belum terperinci hingga ke berbagai hal teknis. Sehingga hal ini menyebabkan tidak profesionalnya beberapa LAZ berupa pelaporan yang tidak transparan kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan menimbulkan menurunnya minat dan partisipasi masyarakat terhadap zakat.

Tidak adanya suatu lembaga tersendiri/khusus yang diakui dan dibentuk oleh pemerintah sebagai perumus legislasi & Pengawas untuk bidang zakat ini, agar koordinasi zakat dilakukan dapat terjadi secara terintegrasi dan menyeluruh. Yang ada di dalam UU ini pengelolaan zakat masih dilakukan secara terpisah tergantung tingkatannya berdasarkan Pasal 6 UU No.38 tahun 1999, tidak ada satu kesatuan koordinasi dari pemerintah dalam rangka pengumpulan dan penyaluran zakat. Kalaupun ada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) ia bukan lembaga yang bisa mengatur LAZ yang lain, ia hanya lembaga amil zakat yang dibentuk pemerintah melalui Keppres No.8 tahun 2001 di tingkat nasional dan kewenangannya hanya sebatas Koordinatif, Konsultatif, & Informatif dengan LAZ lainnya. Jadi tidak ada ketentuan yang tegas mengenai Baznas selaku lembaga zakat formal di tingkat pusat.


Masih berkaitan dengan Baznas, di dalam UU No.38 tahun 1999, kedudukan Baznas setara dengan LAZ lain yang diakui oleh pemerintah, saat ini saja paling tidak ada 18 LAZ yang juga diakui oleh pemerintah, seperti:
DD (Dompet Dhuafa)
PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat)
YDSF (Yayasan Dana Sosial Al-Falah)
RZI (Rumah Zakat Indonesia)
DPU-DT (Dompet Peduli Umat-Da’arut Tauhid)
BAZIS DKI
LAZ-Al Azhar Peduli Umat
BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah)
Dan lain-lain.


Sehingga terlihat sekali pengelolaan zakat yang tidak cukup terorganisir dan terkoordinasi dengan rapih, masing-masing LAZ bergerak sendiri-sendiri kadang bersinergi kadang tidak. Padahal idealnya Baznas seharusnya menjadi pusat lembaga amil zakat yang menjadi regulator, pengawas, serta pengumpul data terpusat dalam pemetaan Muzakki (orang yang berzakat) juga Mustahiq (orang yang menerima zakat), maka akan terlihat peran Baznas yang sesungguhnya.

Selain tiga hal di atas, terjadi masalah juga di dalam UU No.38 tahun 1999 mengenai kejelasan dan ketegasan hukuman bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan zakat baik Amilnya atau Muzakkinya. Yang ada di UU No.38 tahun 1999 hanyalah sanksi bagi amil yang melalaikan atau sengaja melakukan pelanggaran, pada Bab. VII pasal 21 UU No. 38 tahun 1999. Menurut Manajer Hubungan Pelanggan Yayasan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Alfiqih Taufiq, perlu pula untuk dipikirkan tentang pengenaan sanksi seperti halnya sanksi terhadap orang yang tidak membayar pajak yang dibebankan kepada mereka, Namun menurutnya juga, sebelum menuju ke arah tersebut, pemerintah selayaknya melakukan sosialisasi yang intensif kepada warganya tentang zakat.

Dengan menganalisis beberapa faktor yang menyebabkan tidak optimalnya pengelolaan zakat di atas, sedang potensi yang ada pada zakat sangat besar bagi kesejahteraan rakyat, maka keperluan untuk segera merevisi atau mengajukan suatu rancangan Undang-Undang tentang zakat yang lebih baik dan komprehensif menjadi sangat mendesak.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berangkat dari analisis permasalahan tentang zakat, maka dapat disimpulkan, bahwa:
Dengan segala potensi yang dimilikinya, pengelolaan zakat dirasa masih belum optimal karena tiga permasalahan mendasar:
Masalah Regulasi
Masalah Kelembagaan
Masalah Sosiologis


Masalah Regulasi, terkait beberapa ketentuan yang ada pada UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dimana pengaturan yang dilakukan atas zakat masih terlalu global dan di beberapa hal justru sangat parsial, tidak terintegrasi dengan baik.


Masalah Kelembagaan, sebagai konsekuensi dari UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dengan tidak adanya koordinasi terpusat dalam hal pengelolaan zakat baik pengumpulan zakat, penyaluran zakat, dan pemetaan data mustahiq juga muzakki, yang diurus oleh suatu lembaga khusus bentukan pemerintah.


Masalah sosiologis, terkait dengan masih minimnya partisipasi dari masyarakat terhadap zakat, yang disebabkan lemahnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan zakat dari pengumpulan hingga penyaluran serta kurangnya transparansi dan profesionalitas dari LAZ terkait atas audit hasil pengelolaan zakatnya.

Maka untuk mengatasi berbagai kekurangan atas pengelolaan zakat yang saat ini ada, beberapa solusi yang dapat diambil sebagai langkah strategis, yakni:


Mengajukan suatu rancangan baru tentang zakat yang lebih detail dan jelas seta menyeluruh dari UU No.38 tentang pengelolaan zakat, terutama dalam hal; Organisasi Pengelolaan Zakat, Pengumpulan Zakat, Pengawasannya, dan Sanksi yang diterapkan.
Belajar dari pengalaman negara lain yang penduduknya mayoritas beragama Islam seperti: Malaysia, Arab Saudi, Suriah, dan lain-lain, dimana pengelolaan zakat dilakukan oleh satu Badan Amil zakat saja dan memiliki perwakilan di beberapa wilayah daerah. Maka rekomendasi untuk Membentuk suatu lembaga khusus dan terpusat untuk mengelola zakat setingkat Kementrian atau paling tidak Direktorat Jenderal menjadi sangat penting, agar pengelolaan zakat dapat dilakukan secara lebih optimal dan terkoordinir, melalui pengubahan Keppres No.8 tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional terkait Kedudukan, Posisi, Peran, dan Fungsi Baznas.

Tidak ada komentar: